Monday, August 25, 2008

ASI is the best

Belakangan, suami memaksa saya untuk memberikan air putih untuk Kay jika ia cegukan. Juga meminta saya untuk mulai memberikan pisang, mengingat usia kay masuk 4bulan.

"Enggak ada air putih, gak ada pisang. Pokoknya ASI sampe 6 bulan" jawab saya pada suami. Jadilah kami beradu argumen.

"Ya udah ntar kita tanya ke dokternya Kay" ajak suami, yang saya iyakan dengan semangat. Suami lupa, dokternya Kay kan dokter pro-ASI, hehehee....

Sabtu kemarin, berangkatlah kami ke RS Bunda, untuk imunisasi DPT & Polio. Saking penasarannya, tidak lama setelah masuk ruang dokter, suami langsung bertanya pada sang dokter mengenai pemberian air putih dan pisang pada Kay.

"Jangan dulu, Pak. Apalagi ASI masih cukup. Kalo bayinya diberi air putih atau makanan tambahan, nanti ASI Ibunya malah berkurang. Lagipula, setelah diteliti lebih jauh, bayi sampai 6bulan sebaiknya cukup diberi ASI saja, supaya pencernaannya optimal dan si anak tidak mudah terkena alergi. Meski air Aqua, tapi tetap bisa saja mengandung bakteri. Jangan dulu ya Pak, kecuali ASI kurang, nah itu silahkan saja" dokter Tiwi panjang lebar menjelaskan.

Saya tersenyum melirik suami yang mengangguk-angguk.

Gantian saya yang bertanya mengenai penambahan berat badan Kay, yang selalu naik 1.1kg/bulan, tapi kali ini hanya 1kg per 1/5bulan. "Memang pertambahan bayi diusia 3-6bulan akan bertambah max 700gr/bulan, Bu. Ini bagus, kok. Apalagi bayi Ibu masih ASI full kan? Mimiknya kuat ya?" dokter Tiwi menenangkan saya.

Kay juga belum pup sejak Kamis siang, yang berarti 2hari. Menurut sang dokter, masih terbilang normal pula. Tapi sejak saat saya menulis ini (yang artinya hari ke-4), Kay masih belum juga pup. Saya masih berusaha tenang karena Kay tidak rewel, yang artinya dia tidak sakit. Meski demikian, saya sudah coba memijat Kay, meminum vit.C sampai memakan jeruk yang dibeli suami.

Friday, August 22, 2008

Intermezzo

Beberapa hari kemarin, saya dan suami diskusi soal pompa air yang ngadat. Beli dan pasang sendiri or gali lagi plus pemasangan yang habis 5jutaan? 'Beli sendiri aja, kali aja ngadat karena usia pompanya yang udah uzur,' saran saya pada suami. Menurut suami, pompa itu sudah berusia 15tahun.
"Kalo ternyata harus digali juga, gimana?" tanya suami. Saat itu sudah ada orang yang nawarin gali tanah, dengan biaya 5juta tadi.
"Ya panggil mereka untuk ngerjain. Masak sih mereka gak mau?"
"Trus, kalo beli sendiri, siapa yang mau beli? Aku baru bisa sabtu."
"Ya aku aja, apa susahnya? Mas catet aja merk dan typenya" jawab saya.
Menunggu Sabtu? Wah.. saat itu air dilantai atas sudah gak keluar sama sekali. Kasihan yang cuci baju, naik turun angkat ember cucian...
Maka, Rabu 2 hari yang lalu, berbekal catatan type pompa dari suami, meluncurlah saya sendirian ke depo bangunan Kalimalang. Tiba di depo, saya menuju area pompa air, cari staff depo, kasih catatan pompa, mereka yang cari... lalu dapet deh! Tidak sampai 1/2 jam, pompa incaran sudah dibagasi mobil. Semudah bikin telor ceplok, hehehee...
Mental 'Saya bisa' yang diajarkan ibu saya terasa manfaatnya dalam situasi mendesak seperti ini. Asal jangan disuruh benerin mesin pompanya, kalo itu mah ya wassalam...

Thursday, August 14, 2008

Suster oh suster

Harapan saya mendapat pengganti suster yang menyayangi Kay seperti suster sebelumnya, terkabul. Kepergian suster Nur yang membuat saya bersedih tentu saja karena si suster sedemikian sayang pada Kay. "Suster gak bisa lihat dan ajarin Kay belajar jalan, deh.." ucapnya sedih sambil menatap Kay sehari menjelang kepergiannya.

Kini, suster Wati terlihat sayang sama Kay. Setiap si suster mendekat, Kay tersenyum. Kesamaan suster Wati dan suster Nur, mereka sama-sama suka membaca. Sambil menunggui Kay tidur, mereka juga sering terlihat sedang mengisi waktu dengan membaca majalah Ayahbunda dan M&B. Mereka juga selalu bernyanyi saat menggendong atau mengajak Kay bermain.

Namun satu yang mengesankan dari suster Wati, dia pintar berbahasa inggris. Beberapa lagu berbahasa inggris bisa dia nyanyikan. Kata-kata seperti 'Watching Television' atau 'Take a bath' diucapkannya dengan baik. Dia juga bisa menyebut angka-angka, nama buah-buahan.. in English...

Iseng saya test,"Mbak, bahasa inggrisnya mangga apa?"
"Mango kan Bu?" jawab suster, dengan spell yang benar. Hmmm....

Tuhan benar-benar mengganti tangisan saya dengan yang jauh lebih baik.... Alhamdulillah..

Wednesday, August 13, 2008

My bro's family

"Ci, si kecil udah lahir semalem" kata abang mengabarkan kelahiran anak ke-3.

"Dirumah sakit dan kamar yang sama, ya?" tanya saya yang diiyakan oleh si abang. Dari anak pertama sampai ketiga (dan juga terakhir, karena semua lahir Caesar), lahir di Rumah Sakit bersalin dan memakai kamar yang sama. Ada-ada saja nih si abang... :)

Jadilah sabtu kemarin, setelah mengambil suster Wati dari yayasan, kami meluncur ke Rumah Bersalin Duren Tiga. Anak laki-laki dengan berat 3.5kg itu belum diberi nama. Hmm... mentang-mentang anak terakhir, orang tuanya mulai cuek...

Sepertinya sih nasib saya pun tidak beda dengan nasib si bayi kecil ini. Sebagai anak ketiga, saat lahir saya cukup diberi nama Deasy. Deasy apa? Tidak ada. Ya Deasy saja. Padahal, di buku kuning, pemilik nama Deasy ada ratusan. Hu..hu...

Kalaupun akhirnya saya punya kepanjangan, itu karena kakak tertua saya memanggil saya dengan sebutan ‘Adik Mela’ yang maksudnya ‘Adik Merah’, karena warna kulit saya yang memang merah saat lahir. Saya patut berterima kasih kepada kakak saya itu, karena dialah saya jadi punya nama kepanjangan. Hikss...

Sementara nama saya diberi 1 suku kata, kakak tertua diberi nama 3 suku kata yang bagus. Begitupun kakak kedua si abang ini, diberi 2 suku kata. Hmm... sepertinya makin bertambah anak, nama yang diberikan menjadi berkurang suku katanya ya, maka saya cukup diberi 1 suku kata, ya Deasy itu tadi.Hahaha...

Sempat terpikir ‘Tidak adil, nih...’ Padahal, Mami dan Papi juga sama-sama anak ke-3 seperti saya. Harusnya mereka tahu persis rasa duka menjadi anak kesekian yang cenderung dicuekin... hmmmm....Ironisnya, saya banyak menemukan kasus dimana anak pertama justru menjadi kurang perhatian kepada orang tua ketika mereka dewasa. Padahal kehadiran mereka ditunggu-tunggu, sehingga mereka sedemikian disayang oleh orang tua.

Yang membaca tulisan saya ini dan menjadi anak pertama, jangan protes dulu yaa.. Ini hanya kasus yang saya temui, bukan maksud men-generalisir, kok.. peace...hehehe...

Tuesday, August 12, 2008

Bumbu Desa

Dua minggu lalu, setelah menyaksikan acara jalan-jalan ke Bumbu Desa di TransTV, suami jadi penasaran dengan resto baru dibilangan Sukabumi tersebut. Maka saat wiken tiba, tepatnya tanggal 26 July 2008 meluncurlah kami ke Sukabumi berburu lokasi resto Bumbu Desa.

Setelah tanya sana-sini, putar balik beberapa kali, lihat peta... sampai juga kami di lokasi. Resto yang sangat desa, karena terletak ditengah-tengah hamparan sawah hijau. Tempat makan bisa pilih, mau di dalam resto atau dalam saung ditengah sawah.

Saat tiba, hari sudah sore. Angin sejuk sepoi-sepoi membuat perut terasa lapar dan mata mengantuk. Tengah sawah begini enaknya memang tidur, hmm.... Sambil menunggu pesanan tiba (harganya standard, ternyata), saya dan suami bergiliran sholat Ashar sambil menggendong Kay. O ya, hari itu adalah hari tanpa suster Nur, karena paginya si suster berhenti bekerja.

Tempat sholatnya bersih dan terbuka. Nyaman dan segar. Malamnya, Kay batuk-batuk. Angin Bumbu Desa yang menerpa tubuhnya saat sedang berganti popok tampaknya cukup 'galak'. Untungnya, kami sedia Tempra (yang sedianya untuk jaga-jaga pasca dia disuntik imun). Esoknya, masih kami beri beberapa tetes Tempra. Syukur, batuknya hilang menjelang sore hari. Efek ASI? hmm.. mungkin saja...

Monday, August 11, 2008

Children are a gift from God

“Saya sebenarnya belum siap, Bu. Sempat terpikir untuk ngegugurin kandungan saya” air mata pun mengalir dipipi eks-suster saya saat dia mengabarkan kehamilan yang tidak diharapkannya itu. Ketidaksiapan finansial menjadi alasan utama. Dia hanya terdiam ketika saya mengingatkannya bahwa tindakan itu dosa besar, apalagi hari gene banyak pasangan yang sulit mendapatkan anak. “Kalo kamu gugurin, kelak saat kamu ingin punya anak, bisa-bisa dipersulit olehNya, lhoo…” kata saya, terinspirasi kisah seorang teman.

Saat ini ada kurang lebih 10 pasang suami istri yang saya kenal yang telah menikah tahunan namun belum juga dikaruniai buah hati. Usaha mulai dari pijat, terapi alternative, program bayi tabung ke luar negri hingga meminum air parutan nanas diwaktu khusus telah dijalani. Sekarang dihadapan saya terlontar kalimat ingin menggugurkan kandungan. Miris sekali rasanya.

Ada lagi kisah lain. Suster baru saya, Wati, bercerita bagaimana mantan majikannya sedemikian anti memberikan ASI bagi bayinya sampai-sampai si Ibu sengaja suntik stop ASI! Saya enggak mau payudara saya kendor, Wati menirukan ucapan majikannya itu. “Padahal dia dapetinnya dengan bayi tabung, Bu” sambung Wati.

Usaha jungkir balik untuk bisa punya anak, ketika diberi malah tidak mau berkorban demi memberikan yang terbaik? Menarik sekali....

Saya pribadi yakin bahwa, Do’a bagi Ibu-Bapak yang bunyinya Sayangilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka menyayangiku diwaktu kecil’ memiliki sarat makna. Menyayangi disini tentu saja ikhlas menjaga, merawat, dan membesarkan hingga si anak menikah. Namun, sebagai manusia yang tidak pernah luput dari salah dan khilaf, tentu sesekali kita bisa saja melakukan kekeliruan.

Sekali waktu ketika kami akan pergi ber-week-end ria, suami pernah berkata,”Kay gak usah diajak ya, repot”.

Yakin suami saat itu sedang berkata khilaf, saya hanya menjawab ringan,”Mas, bayangin deh, kelak kita sudah tua dan kondisinya terbalik dari sekarang: tak berdaya dan bergantung kepada Kay, Mas mendapati Kay bicara ‘Papi gak usah diajak ya, repot’. Gimana hayoo...” Suami terdiam. Hehehe...

Merawat dan membesarkan anak memang bukan pekerjaan mudah. Setidaknya itu yang saya rasakan ketika saya tidak dibantu oleh seorang pun (tanpa suster, sementara suami sedang tugas luar selama 4hari 3malam). Apalagi ketika anak sedang rewel, sementara saya kebelet pipis, perut lapar dan pinggang rasanya sudah mau patah. Rasa letih yang pernah saya rasakan saat bekerja sebagai Trainer yang mengharuskan banyak berdiri, bicara dan tetap semangat seharian selama 5hari diluar kota, menjadi nothing.

Dalam masa 4hari tanpa seorangpun membantu, saat rasa letih lahir-bathin menyerang dan nyaris membuat saya menangis, saya coba mengingat satu kalimat: Children are a gift from God. Kalimat yang ternyata memberikan energi lebih pada saya detik itu juga hingga membuat saya mampu menyikapi keletihan dengan rasa penuh syukur…

Suster part 2

Pasca berhentinya suster Nur, agenda mingguan saya dan suami adalah berburu suster. Sebenarnya saya keberatan menggunakan suster, karena sebagai back up saat saya mandi, sholat dan istirahat 2jam di sore hari, uang sebesar 900ribu per bulan bagi saya terlalu boros. Lebih baik saya mencari bediende yang bisa pegang bayi. Toh hanya back up...

Tapi mungkin suami punya pertimbangan lain dengan memaksa tetap memakai suster. Akhirnya, saya mengalah. Sepulang kantor, suami menyodorkan daftar yayasan baby sitter pada saya untuk dihubungi.

Ternyata, menjelang puasa begini jarang sekali ada suster nganggur. 'Nanggung, Bu...' begitu rata-rata jawaban para pimpinan yayasan.

Ada satu calon, saat diinterview, ternyata si suster sudah menikah namun belum punya anak. Saya dan suami berpandangan. Bisa sama nih kasusnya dengan suster Nur: hamil lalu berhenti kerja. Walah..walah... Karena kami tidak terlalu sreg dengan suster ini, kami pun pulang tanpa suster baru.

Sabtu kemarin, lagi-lagi kami hunting suster. Kali ini pilihan suami. Ketika saya wawancara, ternyata kasusnya sama juga dengan suster sebelumnya, sudah menikah 2tahun, namun belum punya anak. Hmmm...

Akhirnya, dengan pertimbangan kebutuhan ASI bagi Kay (selama tidak ada back up, jumlah ASI menurun jauh karena rasa letih), kami menerima suster Wati. Feeling saya pun 'jalan' dengan suster ini. Mungkin sudah takdir kami mendapatkan suster yang belum punya anak. Lagipula, sepertinya kami kejam juga kalo ketiadaan anak menjadi alasan kami menolak mempekerjakannya. Saat itu juga suster Wati ikut dengan kami.
Saat ini, perlahan ASI mulai pulih. Meski produksi ASI belum bisa diperas, setidaknya setiap Kay lapar 2jam sekali, ASI selalu tersedia dan dia kenyang.